Selasa, 06 Januari 2009

PERANAN PENDIDIKAN TINGGI JARAK JAUH UNTUK MEWUJUDKAN KNOWLEDGE BASED SOCIETY

UNESCO (1996) menetapkan 4 (empat) pilar pendidikan yang harus diperhatikan secara sungguh-sungguh oleh pengelola dunia pendidikan, yaitu:
Belajar untuk menguasai ilmu pengetahuan (learning to know)
Belajar untuk menguasai keterampilan (learning to do)
Belajar untuk hidup bermasyarakat (learning to live together)
Belajar untuk mengembangkan diri secara maksimal (learning to be).
Guna merealisir learning to know, dosen seyogyanya berfungsi sebagai fasilitator. Di samping itu dosen dituntut untuk dapat berperan sebagai teman sejawat dalam berdialog dengan mahasiswa dalam mengembangkan penguasaan pengetahuan maupun ilmu tertentu.

Learning to do akan bisa berjalan jika sekolah memfasilitasi mahasiswa untuk mengaktualisasikan keterampilan yang dimilikinya, serta bakat dan minatnya. Pendeteksian bakat dan minat mahasiswa dapat dilakukan melalui tes bakat dan minat (aptitude test). Walaupun bakat dan minat anak banyak dipengaruhi unsur keturunan (heredity) namun tumbuh berkembangnya bakat dan minat tergantung pada lingkungannya. Dewasa ini, keterampilan bisa digunakan menopang kehidupan seseorang bahkan keterampilan lebih dominan daripada penguasaan pengetahuan dalam mendukung keberhasilan kehidupan seseorang. Untuk itu pembinaan terhadap keterampilan anak perlu mendapat perhatian serius.


Salah satu fungsi sekolah adalah tempat bersosialisasi, tatanan kehidupan, artinya mempersiapkan siswa untuk dapat hidup bermasyarakat. Situasi bermasyarakat hendaknya dikondisikan di lingkungan sekolah. Kebiasaan hidup bersama, saling menghargai, terbuka, memberi dan menerima, perlu ditumbuhkembangkan. Kondisi seperti ini memungkinkan terjadinya proses "learning to live together".


Pengembangan diri secara maksimal (learning to be) erat hubungannya dengan bakat dan minat, perkembangan fisik dan kejiwaan, tipologi pribadi anak serta kondisi lingkungannya. Bagi anak yang agresif, proses pengembangan diri akan berjalan bila diberi kesempatan cukup luas untuk berkreasi. Sebaliknya bagi anak yang pasif peran dosen sebagai pengarah sekaligus fasilitator sangat dibutuhkan untuk pengembangan diri mahasiswa secara maksimal.


Kemampuan diri yang terbentuk di sekolah secara maksimal memungkinkan anak untuk mengembangkan diri pada tingkat yang lebih tinggi.
Keempat pilar akan berjalan dengan baik jika diwarnai dengan pengembangan keberagamaan. Nilai-nilai keberagamaan sangat dibutuhkan bagi setiap warganegara Indonesia dalam menapaki kehidupan di dunia ini. Pengintegrasian nilai-nilai agama ke dalam mata pelajaran yang diajarkan/dipelajari mahasiswa akan lebih efektif dalam pembentukan pribadi anak yang ber-Ketuhahan Yang Maha Esa daripada diajarkan secara monolitik yang penuh dengan konsep.

B. Masyarakat Berbasis Pengetahuan (Knowledge Based Society)


Pada saat dunia memasuki milenium ketiga, semua bangsa maju sepakat bahwa penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) merupakan prasyarat untuk meraih kemakmuran (prosperity) dalam kancah pergaulan antarbangsa. Oleh karena itu, dapat dimengerti jika para ilmuwan sejagat sekarang tengah berlomba-lomba melakukan kegiatan penelitian, pengembangan dan perekayasaan untuk meningkatkan korpus pengetahuan (Zuhal, 2000). Hasil semua ini diharapkan dapat dijadikan modal untuk membangun masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge based society).

Knowledge akan merupakan basis baru bagi kesejahteraan suatu bangsa, yang akan ditentukan oleh cara bagaimana suatu masyarakat mampu mewujudkan knowledge sebagai landasan sistem perekonomian dan industrinya.
Zuhal (2000) menjelaskan prasyarat apa yang perlu dipenuhi untuk membangun suatu masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge based society). Paling tidak diperlukan lima elemen dasar yaitu penataan masyarakat, kewiraswastaan, pembentukan knowledge, keterampilan (skill) dan pengelolaan sumber daya alam lingkungan. Dalam upaya pembentukan knowledge dan keterampilan itulah, partisipasi dunia pendidikan tinggi diharapkan memainkan peranan penting.


C. Pendidikan Jarak Jauh


Pendidikan jarak jauh (distance education) telah diperkenalkan oleh banyak peneliti, misalnya Keegan (1980); Perry dan Rumble (1987). Karakteristik utama pendidikan jarak jauh adalah sebagai berikut a) pemisahan dosen dan mahasiswa selama proses belajar mengajar; b) penggunaan media pendidikan (cetak, audio, vidio, dan komputer) untuk menyatukan dosen dan mahasiswa; c) peranan penting organisasi pendidikan dalam perencanaan, persiapan bahan belajar dan penyediaan pelayanan mahasiswa; d) tersedianya komunikasi dua arah sehingga mahasiswa dapat memanfaatkan kesempatan berkomunikasi; e) tidak adanya proses belajar kelompok secara klasik; f) adanya bentuk industrialisasi pendidikan, dan g) individualisasi proses belajar (belajar mandiri).


D. Kualitas PTJJ


Masih banyak berkembang sinyalemen di masyarakat bahwa PTJJ dianggap sebagai pendidikan kelas dua. Anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar. Mukhopadhjay (1988) memperlihatkan penyebabnya adalah kurang tajam perumusan visi dan misi PTJJ dan masih dipandang sebagai alternatif bagi mereka yang tidak tertampung di perguruan tinggi tatap muka.


Pertanyaan lain yang terasa mengusik pelaku PTJJ adalah tuduhan rendahnya mutu lulusan institusi pendidikan jarak jauh jika dibandingkan dengan pendidikan tatap muka. Keraguan akan kualitas lulusan PTJJ masih tetap muncul karena penambahan jumlah mahasiswa seringkali diasosiasikan dengan penurunan mutu (Suparman, 1989).


Di Australia, hasil studi Selim (1989) dalam Suparman (1989) menyatakan bahwa prestasi mahasiswa pendidikan jarak jauh justru lebih baik dibandingkan dengan mahasiswa perguruan tinggi konvensional. Sunarwan (1982) menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan prestasi belajar siswa yang terlibat pendidikan menggunakan modul dan pengajaran tatap muka.




A. Pengalaman UT Sebagai Penyelenggara Pendidikan Tinggi Jarak Jauh di

Indonesia


1. Tujuan Pendirian


Upaya pemerintah dalam mengembangkan PTJJ diawali dengan didirikannya Universitas Terbuka (UT) sebagai PTN ke-45 di Indonesia dan mulai menerima mahasiswa baru pada tahun 1984. Pendirian UT pada mulanya ditujukan untuk: (1) Memberikan kesempatan yang luas bagi warga negara Indonesia di mana pun tempat tinggalnya untuk memperoleh pendidikan tinggi; 2) Menampung lulusan SMU yang tidak tertampung di PTN (daya tampung kecil) dan PTS (biaya tinggi); (3) Mengembangkan pelayanan pendidikan tinggi bagi mereka yang karena pekerjaan atau alasan lain tidak dapat melanjutkan belajar di perguruan tinggi tatap muka, serta (4) mengembangkan program pendidikan akademik dan profesional yang disesuaikan dengan kebutuhan nyata pembangunan, yang belum banyak dikembangkan oleh perguruan tinggi lain.

Kehadiran UT ternyata mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat. Pada registrasi pertama tahun 1984 telah mendaftar sebanyak 270.000 pelamar. Dari jumlah tersebut 60.000 akhirnya diterima sebagai mahasiswa UT, suatu jumlah yang jauh lebih besar bila dibandingkan dengan sebuah PTN tatap muka unggul di Indonesia. Pada awal Maret 2001 tidak kurang 350.000 orang tercatat sebagai mahasiswa UT dengan berbagai latar belakang tingkat pendidikan, sosial ekonomi, usia, pekerjaan dan tersebar luas di seluruh pelosok negeri (dari dalam negeri sampai luar negeri).


Daya tampung UT yang sangat besar dimungkinkan karena daya jangkau media yang digunakan sangat luas dan mampu mengatasi kendala jarak dan waktu. Televisi dan radio dapat disiarkan secara nasional dan bahan ajar cetak (modul) dapat dikirimkan kepada mahasiswa melalui pos ke seluruh pelosok negeri dan mahasiswa dapat mempelajarinya kapan saja sesuai waktu mereka yang tersedia dan di mana saja.


Sebagai lembaga pendidikan, UT telah berjasa dalam memecahkan problem SDM. Sebagai contoh, di akhir Pelita IV jumlah lulusan SMU mencapai 1,1 juta sedangkan yang tertampung oleh perguruan tinggi yang ada hanya 600.000 orang. Hal-hal tersebut menyebabkan pemerintah mempertimbangkan berdirinya UT, karena mempunyai keunggulan dalam daya tampung besar, tenaga dosen sedikit dan biaya yang relatif murah baik bagi pemerintah maupun mahasiswa.


Sesuai dengan latar belakang pendirian UT, maka program studi yang ditawarkan terdiri dari program studi kependidikan yang bernaung di bawah FKIP dan program studi non kependidikan yang bernaung di bawah tiga fakultas : FMIPA, FEKON dan FISIP. Strata pendidikan yang dikelola UT sampai saat ini adalah: Diploma II, Diploma III, Strata I dan sertifikat nongelar (Katalog UT, 2000).


2. Sistem Belajar Mengajar


UT menerapkan sistem belajar "jarak jauh" dan "terbuka." Istilah "jarak jauh" berarti pembelajaran tidak dilakukan secara tatap muka, melainkan menggunakan media, baik media cetak (modul) maupun noncetak (audio/video, komputer/internet, siaran radio, dan televisi). Makna "terbuka" adalah tidak ada pembatasan usia, tahun ijazah, masa belajar, waktu registrasi, berapa kali mahasiswa mengikuti ujian dan sebagainya. Batasan yang ada hanyalah setiap mahasiswa UT harus sudah menamatkan jenjang pendidikan menengah (SMU atau yang sederajat).


3. Cara Belajar


Mahasiswa UT diharapkan dapat belajar secara mandiri, yaitu cara belajar yang menghendaki mahasiswa untuk belajar atas prakarsa sendiri dalam memahami bahan ajar, mengerjakan tugas-tugas, memantapkan keterampilan dan menerapkan pengalaman di lapangan. Selain belajar mandiri (dengan inisiatif dan motivasi yang berasal dari diri sendiri), belajar mandiri juga dapat dilakukan dalam kelompok, mengikuti tutorial, baik tatap muka maupun melalui media, memanfaatkan perpustakaan, mengikuti siaran radio dan televisi serta menggunakan sumber belajar lain.


4. Penyelenggaran Pendidikan


Dalam penyelenggaraan pendidikan, UT bekerjasama dengan semua perguruan tinggi negeri yang ada di Indonesia. Pada setiap kota PTN tersedia unit layanan UT yang disebut Unit Program Belajar Jarak Jauh (UPBJJ). PTN tersebut berperan sebagai pembina UPBJJ serta membantu dalam penulisan bahan ajar, tutorial, praktikum dan ujian.

UT memiliki dua kategori program pendidikan yakni program reguler dan program nonreguler. Program reguler dapat diikuti oleh masyarakat umum, sedangkan program nonreguler merupakan program yang dapat diselenggarakan berdasarkan perjanjian kerjasama dengan pengguna (user). Pada saat ini program studi yang termasuk program non reguler adalah DII PGSD, DIII PGSMP dan DIII Penyuluhan Pertanian, sedangkan program studi lain termasuk program reguler.


5. Tutorial


Tutorial merupakan kegiatan belajar di mana mahasiswa belajar mandiri di bawah bimbingan tutor sebagai fasilitator. Mahasiswa dapat memilih jenis tutorial yang sesuai dengan minat maupun kemampuannya. Jenis tutorial yang sudah dilaksanakan UT adalah:
(1) Tutorial Tatap Muka. Tutorial tatap muka dilaksanakan oleh UPBJJ-UT dan KBM (Kelompok Belajar Mahasiswa).
(2) Tutorial Tertulis melalui Surat. Mahasiswa dapat mengirimkan pertanyaan-pertanyaan mengenai materi perkuliahan kepada: Ketua Program Studi, dengan alamat : nama fakultas, Universitas Terbuka PO Box 6666, Jakarta 10001
(3) Tutorial melalui Radio, Televisi dan Media Massa. Mahasiswa dapat mengikuti tutorial lewat radio RRI Programa Nasional FM 93.2 Pukul 08.10 WIB. Tutorial ini dilakukan 5 kali seminggu, sedangkan tutorial melalui televisi dapat disimak mahasiswa pada hari-hari tertentu. Di samping itu, beberapa radio dan koran daerah juga menyajikan tutorial untuk mahasiswa UT.
(4) Tutorial lewat Internet. Fasilitas tutorial melalui internet ditampilkan dalam beberapa bentuk. Pertama, Tutorial Elektronik Berkelompok.


Mahasiswa dapat mengikuti tutorial internet lewat fasilitas elektronik dengan cara mengirim e-mail (surat elektronik) ke alamat: mdaemon@ut.ac.id. Kedua, Tutorial Elektronik Individual. Apabila mahasiswa mempunyai masalah dalam suatu pelajaran maka dapat mengirim e-mail ke alamat: info@p2m.ut.ac.id dengan subjek : "Permintaan bantuan belajar ". Ketiga, Pelajaran di Web Page: Mahasiswa UT dapat memperkaya wawasan keilmuannya melalui suplemen bahan ajar, artikel ilmiah karya para tutor/penulis modul, saduran buku maupun prosiding seminar keilmuan yang disajikan dalam halaman web UT dengan alamat web UT (http://www.ut.ac.id/) dengan memilih menu tutorial. Keempat, Bahan Ajar Berbantuan Komputer atau CAI (Computer Aided Instruction).


Belakangan, penggunaan internet sebagai media belajar sudah mulai digagas oleh UT. Keterbatasan mahasiswa dengan akses internet secara individual dapat diminamilisir dengan memanfaatkan warnet sebagai sentra akses ke internet (Hardhono, 2001; Rusdiah, 2001).


6. Praktikum Mahasiswa


Beberapa matakuliah yang ditawarkan UT mewajibkan praktikum di bawah bimbingan instruktur, yang dilakukan secara individu atau kelompok, menggunakan science kit atau laboratorium yang ada di daerah. Selain itu, UT juga memiliki mata kuliah pemantapan profesional yang dapat dilakukan siswa di bawah bimbingan penyelia. Contoh mata kuliah pemantapan kemampuan profesional adalah: 1) Pemantapan Kemampuan Mengajar (PKM) untuk Program Studi Kependidikan; 2) Praktik Kerja Lapangan (PKL) untuk Program Studi Penyuluhan Pertanian; dan 3) Praktik Kerja Perpustakaan (PKP) untuk Program Studi Perpustakaan.

7. Evaluasi Hasil Belajar


Evaluasi hasil belajar mahasiswa UT dilakukan dalam bentuk Tugas Mandiri (TM), Ujian Akhir Semester (UAS), Ujian Praktikum (UP) dan Ujian Komprehensif Tertulis (UKT). Untuk program studi tertentu terdapat mata kuliah yang evaluasi hasil belajarnya dilakukan dengan ujian pemantapan kemampuan profesional.


B. Peranan Pendidikan Terbuka dalam Mempersiapkan SDM Berkualitas


Globalisasi bukan lagi basa-basi. Dampaknya sudah sangat terasa dewasa ini, terutama yang berkaitan dengan teknologi informasi dan komunikasi. Kondisi yang ditandai oleh mengaburnya batas-batas antarnegara tersebut juga mempengaruhi dunia pendidikan. Globalisasi yang diikuti lompatan teknologi informasi dan komunikasi telah menimbulkan pergeseran dalam paradigma dunia pendidikan, khususnya pendidikan tinggi. Ruang kuliah kini bukan lagi satu-satunya tempat berlangsungnya proses pembelajaran.

Kehadiran internet membuat siapa saja, termasuk mahasiswa dapat mengakses informasi dari berbagai sumber. Informasi tersebut dapat berupa jurnal ilmiah terkini, kumpulan kuliah dari guru besar perguruan tinggi luar negeri dan lain-lain. Sementara itu pemanfaatan surat elektronik (e-mail) juga memungkinkan mahasiswa berkorespondensi dengan para pakar dari seluruh penjuru dunia.


Perkembangan dunia informasi dan teknologi yang begitu cepat telah mengubah paradigma pendidikan dari lecturer/teacher centered education menjadi student centered education. Saat ini dosen bukan lagi satu-satunya sumber pengetahuan, tetapi pengetahuan bisa bersumber dari mana saja (multi knowledge provider).


Sistem pendidikan jarak jauh (SPJJ), dalam hal tertentu justru dianggap sebagai salah satu solusi mengatasi rendahnya daya tampung pendidikan tatap muka. Daya tampung SPJJ cukup fantastis bila dibandingkan dengan sistem pendidikan tatap muka. Selain itu, biaya pendidikan jarak jauh pada umumnya relatif lebih murah dibandingkan dengan pendidikan tatap muka, baik dipandang dari sudut penyelenggara pendidikan maupun peserta didik.



Berdasarkan paparan tersebut di atas dapat disimpulkan sebaga berikut. Ada dua model

penyampaian materi ajar yang terjadi dalam proses belajar mengajar, yaitu pendidikan tinggi tatap muka dan pendidikan tinggi jarak jauh (PTJJ). Sumber daya manusia merupakan merupakan aset penting untuk ditingkatkan kualitasnya yang pada akhirnya diharapkan sebagai faktor determinan peningkatan kualitas taraf hidup.

Usaha peningkatan kualitas SDM dalam arti sempit dapat diartikan sebagai peningkatan kualitas pendidikan.Masyarakat berbasis pengetahuan membutuhkan lima elemen dasar, yaitu penataan masyarakat, kewiraswastaan, pembentukan knowledge, keterampilan (skill) dan pengelolaan sumber daya alam lingkungan.

Untuk mewujudkan masyarakat yang cerdas yaitu masyarakat yang berbasis pengetahuan (knowledge based society) dan meyediakan kesempatan belajar di pendidikan tinggi untuk semua warga negara, model pendidikan tinggi jarak jauh sebagaimana yang dilakukan Universitas Terbuka perlu terus dikembangkan.



HASIL BELAJAR PENDIDIKAN TERBUKA JARAK JAUH (PTJJ)





Sistem Pendidikan Terbuka Jarak Jauh (PTJJ) sebenarnya mempunyai aktivitas utama yang tidak berbeda dengan sistem pendidikan tatap muka, yaitu terdiri dari aktivitas mengajar dan aktivitas belajar (Belawati, 2000). Namun, karena adanya keterpisahan pelaksanaan kegiatan mengajar dan kegiatan belajar pada sistem PTJJ; pengelolaan kedua aktivitas tersebut berbeda dengan pengelolaan kegiatan belajar mengajar pada sistem pendidikan konvensional.

Evaluasi Hasil Belajar (EHB) merupakan komponen penting dalam kegiatan mengajar dan belajar. Tanpa EHB sulit untuk mengukur kemajuan dan keberhasilan belajar mahasiswa. Peran EHB semakin menonjol dalam sistem PTJJ, di mana interaksi fisik antara pengajar dan mahasiswa sangat kurang dibandingkan dengan interaksi antar mahasiswa dan pengajar dalam sistem pendidikan konvensional. Dalam sistem pendidikan konvensional, EHB umumnya didasarkan pada dua elemen penting, yaitu kehadiran/keterlibatan mahasiswa dalam proses belajar di kelas dan ujian.

Di dalam sistem PTJJ (Gambar 2) di Universitas Terbuka (UT) khususnya, EHB merupakan muara dari proses pernbelajaran yang terjadi. Oleh karena itu hasil ujian sering kali merupakan tolok ukur terpenting dalam menilai keberhasilan mahasiswa. Kualitas ujian yang diselenggarakan sangat menentukan penilaian tentang keherhasilan belajar dan kualitas bahan ajar.

Kuatnya tuntutan dari kebutuhan masyarakat akan pendidikan lanjutan yang berkualitas tercermin dari dikeluarkannya Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang penyelenggaraan PTJJ, yang membuka peluang bagi institusi selain UT untuk ikut berpartisipasi dalam PTJJ. Kompetensi yang terjadi antar penyelenggara PTJJ ini akan menjadi pemicu bagi setiap institusi untuk selalu meningkatkan layanan yang diberikan. Penyelenggaraan PTJJ harus dilakukan secara lebih efektif dan efisien disesuaikan dengan permintaan pasar.

Hal ini akan dapat dilakukan jika penyelenggara PTJJ seperti UT memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin canggih. Makalah ini akan membahas tentang evaluasi hasil belajar (EHB) sebagai salah satu komponen dalam sistem PTJJ dan pemanfaatan teknologi dalam EHB dengan menggunakan kasus UT sebagai contoh.

B.PEMBAHASAN

1.Evaluasi Hasil Belajar

Evaluasi hasil belajar mahasiswa mempunyai beberapa tujuan. Sebagai institusi penyelenggara PTJJ, UT melaksanakan EHB untuk memotivasi mahasiswa agar mereka belajar lewat Tugas Mandiri (TM), untuk mengukur ketercapaian tujuan matakuliah lewat ujian akhir semester (UAS), dan untuk mengetahui ketercapaian tujuan program melalui ujian kemprehensif tertulis (UKT). Agar tujuan EHB tersebut dapat tercapai dan hasilnya dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa untuk memperbaiki cara belajar mereka dan oleh UT untuk memperbaiki penyelenggaraan PTJJ-nya, maka semua kegiatan yang terkait dengan komponen EHB harus dilakukan dengam baik.

Sebelum membahas mengenai pemanfaatan teknologi dalam komponen evaluasi ini, akan dibahas secara lebih rinci setiap kegiatan yang ada dalam komponen evaluasi ini.• Pengembangan Soal Ujian Pengembangan soal ujian ini meliputi tiga kegiatan yaitu, analisis kompetensi, pengembangan kisi-kisi , dan pengembangan soal.1. Analisis Kompetensi Analisis kompetensi merupakan kegiatan menentukan kemampuan dan keterampilan (kompetensi) yang akan dibelajarkan kepada mahasiswa dalam sebuah program atau mata kuliah. Hal ini dilakukan pada saat sebuah program/matakuliah dirancang.

Berdasarkan kompetensi tersebut kemudian diturunkan tujuan-tujuan instruksional yang harus dicapai dalam sebuah mata kuliah. Dengan dilakukannya analisis kompetensi ini,dimungkinkan penggunaan penilaian acuan patokan dalam evaluasi hasil belajar dengan menggunakan kompetensi sebagai kriteria yang harus dicapai oleh mahasiswa.

2. Pengembangan Kisi-kisi

Setelah menentukan tujuan instruksional yang akan dicapai maka tahapan selanjutnya dalam EHB adalah pengembangan kisi-kisi yang mencakup penulisan dan penelaahan kisi-kisi. Penulisan kisi-kisi ini merupakan upaya untuk merencanakan ujian dengan baik dengan memperhatikan tujuan ujian, kompetensi yang hendak diukur, dan sumber daya yang tersedia. Kisi-kisi atau test blueprint ini mencakup informasi yang diperlukan untuk menulis soal ujian.

Untuk mengembangkan kisi-kisi yang mampu menghasilkan ujian yang mempunyai validitas isi diperlukan kerjasama yang baik antara pakar bidang ilmu dan ahli evaluasi. Sebagian besar dari kisi-kisi ujian UT dikembangkan dengan melakukan outsourcing ke perguruan tinggi (PT) lain untuk penulisan sedangkan penelaahan dilakukan oleh staf akademik UT yang sudah terlatih dalam EHB. Namun karena para penulis dan penelaah berada di lokasi yang berbeda maka kegiatan pengembangan kisi-kisi ini memerlukan proses yang agak lama. Oleh karena itu tidak terlalu mudah untuk mengakomodasi secara cepat perubahan yang terjadi dalam bahan ajar ke dalam kisi-kisi ujian.

3. Pengembangan Soal Pengembangan soal ujian

seperti kisi-kisi, terdiri atas dua kegiatan yaitu, penulisan soal dan penelaahan soal. Soal yang berkualitas adalah soal yang mengikuti rambu-rambu penulisan soal yang baik sehingga dapat membedakan mahasiswa yang telah mencapai tujuan dan yang belum (Jacobs & Chase, 1992; Osterlind 1989; Zainul & Nasoetion, 2001). Untuk menghasilkan soal seperti ini diperlukan keterlibatan pakar bidang ilmu yang telah dibekali dengan keterampilan menulis soal.

Sebagai institusi yang banyak memanfaatkan jaringan kerjasama, UT dalam menyediakan soal ujiannya juga mengikutsertakan dosen dari PT lainnya. Sebelum para pakar ini menulis soal biasanya mereka dibekali terlebih dahulu dengan pengetahuan dan keterampi}an untuk mengernbangkan soal jenis ujian tertentu. Oleh karena adanya jarak antara UT dan PT lainnya ini, pembekalan para penulis soal ini membutuhkan waktu dan sumber daya yang tidak sedikit.

Soal ujian yang telah ditulis tidak bisa langsung digunakan, tapi harus melewati proses penelaahan yang juga memerlukan waktu dan sumber daya.
• Penyiapan Bahan UjianPenyiapan bahan ujian ini terdiri dari tiga kegiatan, pengetikan soal, penggandaan bahan ujian, dan pengiriman hahan ujian ke lokasi ujian.

1. Pengetikan Soal Penyiapan bahan ujian diawali dengan pengetikan soal untuk dijadikan
naskah ujian.

Dengan jumlah matakuliah yang terus bertambah seiring dengan pembukaan program baru, maka jumlah naskah ujian yang harus disiapkan oleh UT juga bertambah untuk setiap masa ujian. institusi PTJJ seperti UT memerlukan sebuah unit tersendiri untuk menangani penyiapan bahan ujian ini. Penyiapan bahan ujian UT merupakan tugas yang diemban oleh Pusat Pengujian (Pusjian). Pengetikan soal melibatkan kerjasama antara para staf akademik sebagai perakit dan pemfinal naskah ujian dan para tenaga administratif sebagai pengetik soal.

Soal ujian yang telah ditulis dan telaah kemudian dirakit menjadi set soal. Soal yang sudah berupa set ini kemudian diserahkan kepada pengetik untuk diketik, dilengkapi dengan petunjuk, serta di layout menjadi naskah ujian. Sebelum menjadi master naskah ujian yang siap digandakan diperlukan proses editing yang cukup menyita waktu. Dengan pertimbangan keamanan penyiapan bahan ujian ini dilakukan di sebuah gedung yang agak jauh terpisah dari gedung lainnya. Namun hal ini membuat proses pengetikan soal dan editing naskah ujian menjadi agak terhambat karena memerlukan penyediaan waktu khusus staf akademik untuk berkunjung ke gedung tersebut.

2. Penggandaan Bahan UjianSetelah master naskah ujian disiapkan maka selanjutnya bahan ini
harus digandakan.

Penggandaan ini dilakukan di kantor pusat UT untuk kemudian dikirim ke unit pembelajaran jarak jauh (UPBJJ) yang ada di daerah. Oleh karena jumlah mahasiswa peserta ujian bisa mencapai ratusan ribu per matakuliah sedangkan mesin cetak yang digunakan jumlahnya terbatas dan dengan kondisi yang sudah tidak prima lagi, maka proses penggandaan inipun cukup menyita waktu dan sumber daya.

3. Pengiriman Bahan UjianBahan ujian yang sudah digandakan tadi kemudian ditata menurut
matakuliah, jam, hari, dan lokasi ujiannya.

Dengan jumlah naskah yang banyak dan tenaga yang terbatas, maka dalam penataan bahan ujian ini masih terjadi human error. Walaupun jumlah dan jenis kesalahan penataan ini selalu diupayakan untuk menurun, namun karena adanya jarak antara lokasi Ujian dan kantor UT setiap kesalahan akan berakibat terhadap kualitas penyelenggaraan ujian. Setelah penataan, bahan ujian tersebut siap untuk dikirim. Pengiriman dilakukan dengan ekspedisi darat untuk wilayah Sumatera (kecuali Bengkulu), Jawa, Bali, dan NTB. Sedangkan wilayah yang lain dikirim lewat udara sehingga beban pengiriman ini cukup menyita sumber daya UT.
• Penyelenggaraan UjianPenyelenggaraan ujian terdiri atas beberapa kegiatan, yaitu penyiapan bahan, ruang dan pengawas ujian; pelaksanaan ujian; dan pengiriman hasil ujian.

1. Penyiapan bahan, ruang dan pengawas ujianKegiatan penyelenggaraan ujian dimulai dengan
penyiapan bahan ujian, ruang dan pengawas ujian.

Bahan ujian terdiri dari naskah ujian dan bahan pendukung ujian. Bahan pendukung ujian meliputi Lembar Jawaban Ujian (LJU) atau buku jawaban ujian (BJU), daftar hadir, daftar peserta ujian, dan berita acara pelaksanaan ujian. Sebelum pelaksanaan ujian, bahan ujian harus dicek terlebih dahulu, apakah naskah ujian yang diterima sesuai dengan yang akan diujikan, apakah jumlah naskah dan jumlah lembar jawaban sesuai dengan jumlah peserta ujian, dan apakah sudah tersedia format daftar hadir peserta ujian. Bahan Ujian lain yang harus disiapkan adalah pensil cadangan, penghapus, rautan, cassette player atau stop watch bila diperlukan.

Dalam memeriksa kelengkapan bahan ujian panitia ujian perlu berpedoman pada check list bahan ujian agar tidak ada bahan ujian yang terlupa belum disiapkan. Untuk Ujian listening, kelayakan cassette player dan sound system harus diuji terlebih dahulu. Sebelum pelaksanaan ujian, bahan ujian harus disiapkan di tempat yang aman untuk mencegah terjadinya kebocoran ujian.

Ruang ujian perlu dipersiapkan sedemikian rupa sehingga terdapat cukup jarak di antara tempat duduk peserta ujian untuk menghindari kerjasama antar peserta ujian dalam mengerjakan ujian. Penomoran tempat duduk diperlukan agar peserta ujian tidak dapat memilih tempat duduk yang berdekatan dengan temannya. Dengan demikian, diharapkan ujian dapat terlaksana dengan aman dan tertib.

Pemilihan ruang ujian didasarkan pada beberapa syarat, yaitu cukup terang, sirkulasi udara cukup dan kondisi ruang bersih sehingga peserta ujian merasa nyaman. Sedapat mungkin suasana di luar ruang ujian cukup tenang agar tidak rnengganggu konsentrasi peserta ujian. Kurangnya jarak antara peserta Ujian dan tidak nyamannya ruang ujian dapat mempengaruhi hasil ujian. Biasanya ruang ujian yang cukup ideal adalah ruang kelas, yang memang dirancang untuk kegiatan belajar.

Bila memungkinkan, sebaiknya dosenlah yang mengawasi ujian para siswanya. Hal ini akan menimbulkan rasa aman bagi siswa bila ada pertanyaan mengenai materi tes yang tidak jelas. Dosen juga dapat rnengamati secara langsung perilaku siswa pada saat menempuh ujian Pengawasan Ujian yang dilakukan oleh para dosen yang bersangkutan juga lebih menjamin keamanan ujian. Pada pendidikan jarak jauh (PJJ), umumnya tidak selalu memungkinkan bagi dosen untuk melakukan pengawasan ujian. Untuk itu, pengawasan ujian dilakukan oleh pengawas pengganti, yang diharapkan mempunyai kemampuan untuk menjaga keamanan dan ketertiban pelaksanaan ujian.

Di UT, umumnya pengawas ujian adalah para guru, yang memang sudah terbiasa melakukan pengawasan ujian. Agar pengawas merasa ikut bertanggungjawab untuk menjamin ketertiban dan keamanan ujian, yang notabene bukan anak didiknya sendiri, ada baiknya dilaksanakan pengarahan pengawasan Ujian oleh sebelum pelaksanaan ujian.

2. Pelaksanaan ujianAgar tidak terjadi keributan di luar ruang

Untuk menjaga ketertiban dan keamanan ujian, ada beberapa hal yang wajib dilakukan oleh pengawas ujian, yaitu antara lain: a) membacakan tata tertib ujian, b) menginformasikan waktu ujian, dan memberi tanda untuk memulai dan mengakhiri ujian.

Waktu ujian harus ditepati agar hasil ujian dapat dipertanggungjawabkan. Khusus untuk UT, hal ini juga dimaksudkan untuk menghindari kebocoran soal mengingat ujian dilaksanakan secara serentak di seluruh tempat ujian di Indonesia. Materi tes yang diujikan kepada seluruh siswa dibuat sama dengan tujuan untuk menyamakan standar pengukuran hasil belajar siswa di seluruh Indonesia. Untuk memastikan ketepatan waktu ujian, waktu ujian dimulai dan waktu ujian harus berakhir dicatat di papan tulis. Peserta ujian secara periodik perlu diberi informasi tentang sisa waktu ujian.

Selama ujian berlangsung; peserta Ujian harus diawasi dengan ketat. Pengawas berhak merrieeiksa identitas peserta ujian. Identitas yang meragukan maupun perbuatan peserta ujian atau kejadian yang dapat mempengaruhi hasil ujian perlu dilaporkan dalam Berita Acara Pelaksanaan Ujian. Misalnya, ada peserta ujian yang bekerja sama saat ujian, atau yang sibuk menerima telpon melalui handphonenya, atau yang membuka contekan. Pelanggaran ketertiban dan keamanan ujian akan menyebabkan hasil ujian kurang mencerminkan kemampuan belajar siswa yang sebenarnya. Uatuk itu sebaiknya dilakukan ujian ulang.

3. Pengiriman hasil ujian Setelah pelaksanaan ujian selesai, hasil ujian dan daftar hadir dipak dan segera diberikan kepada dosen pemeriksa untuk menjaga keamanan hasil ujian.
Di UT, setelah pelaksanaan ujian, LJU dan BJU, serta daftar hadir langsung dikirim ke UT pusat dari tempat-tempat ujian.

• Pemrosesan Hasil UjianPemrosesan hasil ujian terdiri atas proses scoring dan grading. Scoring merupakan proses pemberian skor (nilai mentah) terhadap jawaban siswa. Umumnya skor diberikan oleh dosen yang bersangkutan. Kelebihan cara ini adalah dosen segera mengetahui materi-materi yang tidak dapat dijawab oleh siswa dengan benar, sehingga dapat segera memberikan umpan balik. Bila scoring dilakukan oleh orang lain, diperlukan pedoman penskoran yang valid (terutama untuk soal uraian), dan scoring harus dilakukan oleh orang yang menguasai materi ujian serta sudah terlatih melakukan penskoran.

Scoring dapat dilakukan oleh orang yang tidak menguasai materi ujian, meskipun tetap harus dilakukan oleh orang yang terlatih dan mengacu kepada penskoran yang ada. Ketelitian tetap diperlukan, terutama dalam menggunakan pedoman penskoran dan menghitung jawaban benar. Sedangkan scoring untuk ujian objektif juga dapat dilakukan secara dengan bantuan komputer. Grading merupakan proses konversi dari nilai mentah (skor) menjadi nilai huruf (grade). Nilai huruf yang umum digunakan adalah A, B; C, D, E atau F. Proses grading dapat dibedakan menjadi dua, yaitu yang berdasarkan penilaian acuan norma (PAN) atau berdasarkan penilaian acuan patokan (PAP). Ada juga instansi pendidikan yang memilih menggunakan istilah Lulus (L) dan tidak Lulus (TI).

• Pelaporan NilaiSetiap institusi pendidikan wajib memberikan laporan nilai kepada siswanya. laporan nilai wa jib diberikan agar siswa mempunyai catatan kemajuan belajarnya sendiri, sehinga dapat digunakan untuk melakukan rencana studi selanjutnya. Pada tingkat perguruan tinggi, laporan nilai umumnya diberikan dalam bentuk kartu hasil studi, daftar nilai ujian atau transkrip. Laporan nilai dapat juga diberikan kepada orang tua atau instansi pemberi beasiswa yang memberikan biaya belajar kepada siswa.

Kegiatan pelaporan nilai terdiri dari dua kegiatan, yaitu pencetakan dan pengumuman hasil ujian. Pencetakan hasil ujian atau pencetakan nilai merupakan akhir dari proses penilaian. Pengumuman hasil ujian dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, seperti dipasang di papan pengumuman, diberikan langsung kepada siswa, atau dikirimkan melalui jasa pos.

2. Pemanfaatan Teknologi Dalam EHBBerbicara mengenai masa depan evaluasi hasil belajar
PTJJ tidak bisa terlepas dari pembahasan mengenai teknologi.

Agar dapat menyelenggarakan EHB yang efektif dan efisien maka UT sebagai institusi PTJJ harus memanfaatkan teknologi yang tepat guna. Teknologi yang digunakan sekarang ini untuk menunjang pelaksanaan EHB di UT masih terbatas pada penggunaan scanner dan LAN, Berikut akan dibahas teknologi yang tersedia dan yang mungkin dimanfaatkan untuk setiap kegiatan EHB di UT.• Pengembangan Soal UjianPengembangan soal ujian di UT masih dilakukan secara konvensional dimana dilakukan pelatihan pembekalan keterampilan penulisan kisi-kisi dan soal bagi para penulis secara tatap muka. Kegiatan pembekalan ini memerlukan waktu dan sumber dana yang tidak sedikit terutama jika dilakukan di tempat yang tersebar dan lokasinya jauh dari kantor UT pusat.

Setelah kisi-kisi dan soal selesai ditulis maka perlu dilakukan penjemputan bahan ujian tadi ke tempat para penulis. Sistem pengembangan soal seperti ini menyebabkan institusi PTJJ seperti UT tidak mudah untuk memperbaharui bahan ajarnya karena akan berdampak kepada ujian yang memerlukan waktu pengembangan yang cukup lama. Agar kegiatan pengembangan ini menjadi lebih singkat dan tidak menyita sumber daya yang terlalu banyak, bisa dimanfaatkan teknologi yang sederhana seperti penggunaan video untuk pembekalan para penulis soal.

Teknologi jaringan juga dapat dimanfaatkara dimana para penulis dapat mengakses website seperti PAU-Online yang salah satu materi pelatihan adalah membuat soal ujian. Para penulis dan penelaah pun dapat saling berkomunikasi dengan menggunakan fasilitas chatting di internet. Jika suatu saat nanti infrastuktur jaringan yang ada di UT memadai, maka dapat dibuat sistem pengembangan soal secara remote, di mana para penulis soal dapat mengakses fasilitas jaringan yang memungkinkan mereka menulis soal secara on-line. Tentu harus dipikirkan bagaimana menjaga keamanan sehingga tidak bisa ditembus oleh pihak yang tidak berkepentingan.

• Penyiapan Bahan UjianPenyiapan bahan ujian di UT memanfaatan teknologi LAN yang tersedia di Pusjian. Dengan satu server dan lebih kurang sepuluh terminal serta tiga printer laser, UT mempersiapkan bahan ujian untuk ribuan mahasiswa setiap semester. Oleh karena sistem pendidikan yang terbuka, rnaka UT harus rnenyiapkan naskah ujian untuk semua matakuliah yang ada. Dengan teknologi yang ada sekarang maka proses pengetikan, editing, dan penggadaan bahan ujian ini memerlukan waktu kurang lebih tiga bulan. Kegiatan ini cukup menyita waktu staf UT sehingga upaya peningkatan kualitas komponen yang lain seperti bahan ajar dan layanan bantuan belajar menjadi agak lambat.

Untuk mengatasi hal ini maka perlu dimanfaatkan teknologi komputer dalam membuat dan mengelola bahan ujian (Boekkooi-Timingga, 1989) yang dikenal sebagai Bank Soal Terkomputersasi. Pengelolaan soal ujian melalui Bank Soal ini menuntut tersedianya kumpulan soal yang sudah teruji kualitasnya. Sejak tahun 2000, UT telah mengembangkan sistem Bank Soal yang mencakup prosedur penyimpanan soal, pengkalibrasian soal, dan perakitan naskah ujian (lihat lampiran 1 dan 2). Di beberapa institusi lain seperti CITO di Belanda, sistem Bank Soalnya mencakup sampai proses pengadministsasian; penilaian; bahkan pelaporan nilai ujian (Van Theil & Zwarts, 1985).

Bank Soal UT menggunakan teknologi LAN dengan satu server dan 20 terminal, didukung oleh empat printer dan dua scanner (pada saat operasional 2005). Dengan adanya Bank Soal ini penyiapan bahan ujian setiap semester dapat dilakukan dalam waktu yang relatif cepat. Keamanan soal juga lebih baik karena akses kepada Bank Soal dibatasi dan beberapa naskah ujian paralel dapat dihasilkan sehingga akan dimungkinkan untuk memberikan soal ujian yang berbeda namun setara dalarn satu lokasi ujian.


Penggandaan bahan ujian masih mengandalkan teknologi mesin cetak yang masih sederhana. Sekarang UT sedang mempertimbangkan kemungkinan pengiriman master naskah ujian lewat teknologi jaringan sehingga penggandaan naskah menjadi tanggung jawab UPBJJ di di daerah. Dengan demikian dapat dikurangi waktu dan tenaga yang dibutuhkan untuk penggandaan naskah ujian ini di UT Pusat.

• Pelaksanaan UjianPelaksanaan ujian UT masih dilakukan dengan paper and pencil di lokasi yang telah ditentukan secara tatap muka, sama seperti yang dilakukan oleh institusi pendidikan konvensional. Dengan sistem yang seperti ini prinsip keterbukaan dari PTJJ agak dibatasi karena mahasiswa harus mengikuti jadwal ujian. Semua peserta ujian juga diberikan soal yang sama tanpa memperhatikan tingkat kemampuan mereka, di suatu lokasi tertentu, dan waktu yang sama. Berbagai bentuk pelanggaran ujian terjadi sebagai akibat dari kurangnya pengawasan dan soal yang seragam ini.

Untuk itu perlu dipikirkan pemanfaatan teknologi yang dapat mengurangi peluang terjadinya distorsi nilai, dan meningkatkan kualitas ujian. Dengan perkembangan dalam teori pengukuran dan evaluasi serta perkembangan teknologi informasi dan komunikasi maka dimungkinkan untuk menyelenggarakan ujian dengan komputer yang dikenal dengan istilah computer-based testing (CBT). Ada dua macam CBT, yaitu linear test dan adaptive test. Linear CBT terdiri atas seperangkat soal, dari yang termudah sampai yang tersukar. tanpa memperhatikan kemampuan peserta tes. Sedangkan adaptive adalah tes di mana komputer mampu memberikan soal-soal yang sesuai dengan tingkat kemampuan peserta tes.

Soal-soal dipilih dari sejumlah besar soal (item pool) yang dikategorisasikan sesuai materi dan tingkat kesukarannya. Oleh karena itu, jumlah soal dalam CBT biasanya lebih sedikit dari pada tes linear, tetapi cukup dapat memberikan informasi kepada institusi dan peserta tes. Soal yang diperlukan pada adaptive CBT lebih sedikit karena komputer dapat memilihkan soal-soal yang tingkat kesukarannya sesuai tingkat kemampuan peserta tes, berdasarkan jawaban-jawaban terhadap soal sebelumnya. Artinya peserta tes mendapatkan lebih sedikit soal yang tidak terlalu mudah ataupun terlalu sukar. Dengan demikian, tes diharapkan cukup menantang untuk setiap individu.

Adaptive CBT atau computerized aduptive testing (CAT) dirancang untuk setiap individu peserta tes (Wiener, 1990). Peserta tes akan diberi satu set soal yang memenuhi spesifikasi rancangan tes (kisi-kisi) dan biasanya sesuai dengan tingkat kemampuan setiap individu. Tes dimulai dengan soal-soal yang tidak terlalu sukar. Setiap peserta tes menjawab soal,-komputer akao memberikan skor. Jawaban terhadap soal tersebut akan menentukan soal yang akan ditampilkan oleh komputer selanjutnya.

Setiap menjawab soal dengan benar, peserta tes akan diberi soal yang lebih sukar. Sebaliknya, bila menjawab salah, komputer akan memilihkan soal yang febih mudah. Urutan soal disajikan tergantung pada jawaban terhadap soal-soal sebetutnnya dan pada kisi-kisi tes. Dengan kata lain, komputer diprogram untuk memberikan soal yang sesuai dengan kisi-kisi tes, sekaligus secara terus menerus mencari soal-soal yang tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat kemampuan peserta ujian. Dalam hal ini peserta ujian harus menjawab semua soal.

Keuntungannya, pada setiap layar hanya ditampilkan satu butir soal, sehingga peserta tes dapat berkonsentrasi untuk menjawab soal tersebut. Setelah menjawab soal, peserta ujian tidak akan dapat mengulang soal-soal sebelumnya dan mengganti jawabannya.Salah satu contoh institusi penyelenggara ujian yang telah memanfaatkan teknologi komputer adalah ETS (ETS, 2002) yang telah menyediakan ujian seperti ini untuk TOEFL, GRE dan GMAT. Peserta ujian yang tersebar di seluruh dunia dapat mengikuti ujian ini lewat teknologi jaringan.

UT dengan adanya sistem bank soal terkomputerisasi sedang menjajaki penerapan tes online yang bersifat adaptive test (tes adaptif). Untuk mendukung aplikasi tes online diperlukan infrastruktur yang mapan di tempat-tempat ujian, termasuk penyusunan rambu-rambu pengawasan ujian. Tes adaptif mempunyai beberapa kelebihan, antara lain:• Tes dapat diadministrasikan pada saat siswa merasa siap menempuh ujian;• Tes dapat dilaksanakan sepanjang tahun di banyak lokasi sekaligus;• Tes dilaksanakan di tempat ujian yang nyaman, yang privasinya lebih terjaga, dan diletagkapi komputer;• Peserta tes lebih sedikit dalam satu kesempatan;• Skor sementara (Unofficial scores) langsung ditampilkan setelah tes berakhir, kecuali untuk tes uraian;• Nilai resmi (official scores) dapat diumumkan secara lebih cepat;• Tes dapat disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa;• Soal yang dibutuhkan lebih sedikit; dan• Keamanan tes dapat ditingkatkan.

• Pemrosesan Hasil UjianProses penilaian (scoring) dengan menggunakan teknologi elektronik sudah banyak digunakan di dunia pendidikan. Untuk itu diperlukan mesin scanner dan lembar jawaban ujian (LJU), yang khusus didesain untuk scanner tersebut. Peserta ujian menjawab ujian dengan cara menghitamkan huruf-huruf atau kode-kode yang tersedia dalam LJU, dengan menggunakan pensil khusus. Setelah mesin scanner membaca LJU, kumputer secara otomatis akan melakukan scoring dan grading. Untuk tes adaptif, proses scoring merupakan bagian dari rancangan tes (ETS, 2002).

Peserta tes secara otomatis akan mengetahui skor yang telah diperolehnya. Skor yang diberikan tergantung pada jumlah soal yang dijawab dan jawaban terhadap soal yang diberikan. Soal yang diberikan oleh kumputer akan mencerminkan keberhasilan dalam menjawab soal sebelumnya dari kisi-kisi tes. Kisi-kisi tes meliputi:• tingkat kesulitan soal yang diberikan;• tipe soal yang diberikan; dan• cakupan materi tes yang sesuai.Soal yang pertama diberikan merupakan soal yang tidak terlalu sulit.

Benar tidaknya jawaban terhadap soal tersebut dan soal-soal berikutnya menentukan apakah selanjutnya peserta tes akan diberi soal-soal yang lebih mudah atau lebih sukar. Dengan demikian, peserta tes akan rnendapatkan skor-skor yang mencerminkan kebenaran jawaban terhadap setiap soal dan tingkat kesulitan setiap soal.

Bila ada dua peserta tes yang mempunyai jumlah jawaban benar yang sama, peserta tes yang merrjawab soal-soal yang lebih sulit akan mendapatkan skor yang lebih tinggi. Demikian juga, bila ada dua peserta tes mendapatkan dua set soal yang tingkat kesulitannya sama, peserta tes yang lebih cepat menjawab dan mempunyai jumlah jawaban soal benar lebih banyak akan mendapatkan skor yang lebih tinggi.

Pemrosesan hasil ujian di UT sebagian besar dilakukan dengan menggunakan komputer. Penggunaan komputer dalam proses penilaian diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih akurat secepat dan seekonomis mungkin, mengingat jumlah siswa UT yang mencapai puluhan ribu.

Setelah sampai di Pusat Pengujian, amplop hasil ujian diberi nomor batch (proses batching). Nomor batch tercatat dalam komputer. Penomoran hasil ujian ini berrnanfaat untuk mencari LJU secara mudah dan cepat bila dibutuhkan. LJU di-.scan dengan menggunakan optical .scanner. Setelah semua LJU di-scan, hasil scanning diload di komputer. Karena masih banyak siswa yang melakukan kesalahan dalam menghitamkan identitas pada LJU (nama, NIM, kode mata kuliah, tanggal lahir, kode naskah) maka Pusat Pengujian melakukan editing, Kegiatan ini bertujuan untuk memisahkan data siswa yang salah ke suatu file pada komputer, yang disebut file jawaban salah.

Selanjutnya dilakukan proses updating, yaitu memperbaiki data identitas yang salah, sesuai data pribadi dan data registrasi siswa yang tersimpan pada komputer. Kemudian dilakukan proses scoring untuk menghitung jumlah jawaban benar dari setiap siswa. untuk ujian uraian, pemberian skor dilakukan oleh staf akadernik di fakultas. Setelah skor setiap siswa diterima dari fakultas Pusat Pengujian melakukan key-in skor ke dalam komputer laporan hasil key-in skor akan diperiksa lagi oleh fakultas untuk keperluan verifikasi nilai.


Setelah proses scoring (baik untuk ujian objektif maupun ujian uraian), sebaran nilai huruf (grade) dicetak dalam beberapa kategori kelulusan, yang disebut laporan pragmade. Fakultas akan menentukan kategori kelulusan. Penentuan kategori kelulusan dilakukan untuk seluruh siswa, tanpa membedakan status demograti siswa. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa proses penilaian siswa UT sangat terstandar. Proses selanjutnya adalah melakukan grading atau proses penilaian (dengan bantuan komputer) berdasarkan kategori kelulusan yang ditentukan oleh fakultas.

Proses grading diikuti oleh proses verifikasi nilai, untuk memastikan bahwa tidak ada kesalahan penilaian. Kemudian dilakukan pencetakan daftar nilai ujian (DNU), yang merupakan akhir dari proses pengolahan hasil ujian.
Perlu juga dijajaki penggunaan komputer dalam pemeriksaan ujian uraian karena sudah tersedia berbagai software yang dapat membaca tulisan tangan. Jika hal ini dawat dilakukan maka proses penilaian akan semakin cepat lagi karena yang sering menyebabkan nilai tertunda adalah pemeriksaan uraian yang terlambat.

• Pelaporan NilaiDi UT, laporan nilai per semester diberikan dalam bentuk daftar nilai ujian (DNU). Sedangkan laporan nilai keseluruhan selama siswa belum lulus disebut laporan Kemjuan Akademik Siswa (LKAM). DNU dicetak dengan menggunakan komputer, yang dapat dilakukan di Kantor UT Pusat maupun di setiap UPBJJ- Pencetakan DNU dapat diprograrn untuk setiap UPBJJ, setiap Program Studi, maupun setiap siswa. Bila diprograrn untuk satu UPBJJ, maka DNU untuk seluruh siswa di UPBJJ tersebut yang mengikuti ujian pada semester yang bersangkutan akan tercetak. DNU dikirimkan ke setiap siswa melalui jasa pos.

Selain melalui DNU, siswa juga dapat melihat nilai per semester melalui peragaan nilai ujian di website UT (http://www.ut.ac.id). Peragaan nilai ujian di komputer juga tersedia melalui jaringan Student Record System di UT Pusat dan di UPBJJ untuk keperluan konsultasi siswa.
LKAM juga dicetak menggunakan komputer- Pencetakan LKAM dilakukan dengan menuliskan nomor induk siswa (NIM) pada komputer, dan secara otomatis semua data nilai yang pernah diperoleh di UT akan tercetak. Pencetakan dan peragaan LKAM baru tersedia di UT Pusat.

Perubahan teknologi merupakan proses yang memerlukan waktu dan dana yang tidak sedikit. Untuk mendapatkan manfaat yang optimal dari sebuah teknologi baru bukan saja harus dipikirkan ketepatan teknologi yang dipilih juga kesiapan orang yang akan mengelola teknologi tersebut. Dengan menyadari bahwa sistem PTJJ tidak mudah diubah karena dampaknya luas, maka perubahan terhadap sistem yang ada hendaknya memang dipersiapkan dengan matang dan terencana.

Transisi antara kedua sistem yang akan berubah ini juga harus dipikirkan dengan baik. Sistem yang dimaksud disini bukan saja mencakup perangkat keras maupun lunak tapi termasuk juga struktur organisasi yang menunjang pelaksanaan evaluasi PTJJ di UT.
Makalah ini telah membahas pemanfaatan teknologi dalam pelaksanaan evaluasi hasil belajar mahasiswa PTJJ dengan mengambil contoh yang dilakukan di Universitas Terbuka. EHB itu walaupun merupakan salah satu ujung tombak dari PTJJ, namun tidak bisa berdiri sendiri.

Kualitas EHB juga dipengaruhi oleh kualitas dua komponen PTJJ yang lain, bahan ajar dan layanan bantuan belajar. Semoga makalah ini dapat menjadi pemicu pemikiran kearah penyelenggaraan EHB yang lebih baik melui pemanfaatan teknologi bagi orang-orang yang terlibat atau yang akan terlibat dalam penyelenggaraan PTJJ.

Tidak ada komentar: